Thursday 23 November 2017

Kedudukan manusia moralitas dan hukum forex


PENEGAKAN HUKUM DISERTAI MORALITAS, AKANKAH TERCAPAI KESETARAAN KEDUDUKAN DI DALAM HUKUM Hak asasi manusia (HAM) dalam UU nomor 39 Tahun 1999 didefinisikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manuscrito sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, Dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan oleh setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM merupakan hak mendasar yang ada pada setiap diri individu eang tidak boleh dicabut atau dikurangi oley siapapun. Salah satu HAM yang harus dilindungi adalah hak atas kesetaraan kedudukan di dalam hukum. Setiap individu haus di perlakukan secara sama di dalam hokum, tidak boleh ada pembedaan perlakuan baik dia rakyat jelata maupun mereka yang bertahta. Seperti yang kita tahu, dewasa ini banyak pemelintiran hukum dengan moralitas sebagai 8220kambing hitamnya8220 yang mengakibatkan ketimpangan kedudukan di dalam hukum. Lalu, jika moralitas ditiadakan keikutsertaannya dalam penegakan humun, apakah akan tercapai kesetaraan yang kita harapkan, atau justru malah memperkeruh proses penegakan hukum itu sendiri PERAN MORALITAS DALAM HUKUM DAN KESETARAAN KEDUDUKAN Hukum merupakan seperangkat aturan mengenai apa yang benar dan salah, yang diakui oleh suatu pemerintahan Baik tertulis maupun tidak, dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya. Hukum sebagai suatu aturan yang mengikat dan sesuai kebutuhan masyarakat yang menyeluruh harus mencakup tiga unsur, yakni kewajiban, moral dan aturan. Hukum harus ada sebagai penghubung antara satu individu dengan indivíduo yang lain dalam suatu masyarakat agar tercapai rasa aman dan damai. Masyarakat dengan hukum tidak dapat dipisahkan, seperti disebutkan dalam sebuah adagium ibi sociedade ibi ius, yang artinya dimana ada masyarakat disana ada hukum. Terciptanya hukum bukan tanpa tujuan, melainkan diantaranya agar tercapai keadilan. Berbicara mengenai keadilan dalam hukum, maka tidak luput dari pembahasan mengenai hak atas kesetaraan kedudukan di dalam hukum. Maka dapat dikatakan bahwa kesetaraan kedudukan di dalam hukum juga merupakan tujuan dari hukum. Hak atas kesetaraan kedudukan di dalam hukum merupakan satu diantara beberapa HAM di Indonesia yang tercantum dalam UUD 824245 pasal 28. HAM merupakan hak mendasar yang tidak boleh dicabut maupun dikurangi, maka hak atas kesetaraan di dalam hukum juga tidak boleh dicabut maupun dicederai. Jika dalam praktiknya penegakan hukum sudah cacat, maka secara otomatis kesetaraan kedudukan dimata hukum juga ikut tercederai, yang berarti pencederaan juga terhadap hak asasi manusia (HAM). Melihat kembali ketiga unsur yang harus ada dalam hukum tadi, terdapat kata moral. Moral adalah perbuatantingkah lakuucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia, apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral merupakan produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manuscrito untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mangatur manusia untuk menjadi manusia yang baik. Dari beberapa definisi yang telah saya paparkan diatas mengenai moral, lebih menunjukkan sikap subjektif dan ketidak pastian. Hal ini sangat berbeda dengan norma hukum yang bersifat objektif dan pasti. Kebanyakan orang berpendapat bahwa moral atau moralitas tidak dapat dipisahkan dari hukum. Bahkan ada pepatah roma yang mengatakan 8220 quid leges sine moribus 8221 (apa artinya hukum jika tidak disertai moralitas) Jika ada pertanyaan seperti itu, 8220apa jadinya hukum jika tidak disertai moralitas 8220 maka jawaban saya adalah hukum akan menjadi lebih baik. Tidak akan ada lagi ketimpangan dalam penegakan hukum. Seharusnya dengan adanya adagium ini penerapannya akan mengarah pada terciptanya keadilan dan kebenaran yang absoluto, bukan malah disalah gunakan demi kepentingan opnum-opnum tertentu yang bukan merupakan kehendak daripada hukum yaitu berupa terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Harapan dari adagium ini adalah agar rakyat biasa mendapat keadilan ketika telah melakukan hal yang terlarang oleh hukum semisal saat terpaksa mencuri karena keterdesakan ekonomi diberikan hak yang kiranya dapat meringankan hukumannya. Namun pada praktiknya, adagium ini malah diberlakukan bagi para penjahat 8220kelas kakap8220 semifinal koruptor. Sebagai contoh diterapkan karena kasihan kepada para pelaku karena sebelum di penjara mereka sudah mendapatkan hukuman sosial hingga menyebabkan penurunan drastis bagi kehidupan dan penghidupan mereka. Maka keterlibatan moral pada penegakan hukum hanya akan memberikan kesempatan bagi opnum-opnum yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan alasan moral untuk memelintir prinsip-prinsip hukum. Hingga mengakibatkan ketidak setaraan kedudukan di dalam hukum. Kesetara kedudukan dimata hukum hanya akan tewujud apabila para penegak hukum bersikap tidak pandang 8220bulu8220 dalam menegakkan hukum. Tidak peduli orang melarat maupun ningrat, harus tetap diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dengan adanya moralitas dalam penegakan hukum, hak atas kesetaraan kedudukan di dalam hukum akan sulit untuk tidak tercederai. Karena dengan alasan moralitas, maka yang terjadi adalah rasa kasihan kepada para penjahat 8220kelas kakap8220 tadi sehingga perlu dicarikan alasan untuk mengurangi dan melunakkan hukuman mereka seperti alasan kesehatan atau pemberian berbagai fasilitas yang memudahkan lainnya. Namun, saat moralitas ikut andil dalam hukum membuat kekuatan hukum melunak bagi penjahat 8220kelas kakap8220, dilain pihak hukuman bagi rakyat biasa justru makin dipertegas, alasannya karena sebagai pelajaran bagi mereka. Dengan meniadakan moralitas dalam penegakan hukum, akan menjadikan penegak hukum, dalam benak kita sebagai subjek hukum yang kejam. Hal ini tidak akan terjadi karena apa yang dilakukan oleh penegak hukum harus berdasarkan aturan undang-undang. Semua yang dilakukan oleh penegak hukum harus sesuai dengan keputusan rakyat, yang dalam hal ini diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pembuat dekaligus pengawas penegakan hukum itu sendiri. Maka dari itu DPR harus lebih pandai membuat undang-undang yang pro rakyat, yang sesuai dengan keadaan rakyat, dan lebih memihak rakyat. Yang dengan undang-undang terebut akan tercapai tujuan dari hokum yaitu keadilan, kedamaian dan keselarasan. Hingga tidak ada lagi ketimpangan perlakuan bagi sesame individu di dalam hokum. Dari penjelasan saya diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa keterlibatan moralitas dalam penegakan hokum tidak membantu proses penyetaraan kedudukan di dalam hokum, bahkan malah memperparah keadaan. Dengan dalih moralitas, banyak subjek hokum yang melakukan pemelintiran terhadap hokum, dengan melunakkan hukum bagi kasta masyarakat tertentu dan mempertegas hokum bagi kasta lainnya. Jadi kesimpulan saya adalah tidak perlu ada oralitas dalam penegakan hokum. Kita dapat meletakkan moralitas pada saat pembuatan undang-undang. Para penegak hokum bekerja sesuai dengan undang-undang yang kita buat dengan diwakili por DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), maka kita harus membuat undang-undang yang sesuai dengan keadaan rakyat, dan tentu saja dengan harapan undang-undang tersebut dapat membawa keadilan dan kedamaian. Stramel, James S. Cara menulus Makalah Filsafat. Trans. Agus Wahyudi. Yogyakarta: Pusutaka Pelajar, 2009 Wardaya, Selamet Marta, Dkk. Hak Asasi Manusia, ed. Muladi (Bandung: Refika Aditama, 2009). UUD 824245 Sebelum dan Setelah Amandemen, Bandung: Nuansa Aulia, 2009 Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jacarta: Gramedia pustaka Utama, 2001 Wiko, Garuda. Hukum dan Politik di Era Reformasi, Surabaya: Srikandi, 2006 Lubis, Todung Mulya. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia, Jacarta: Gramedia Pustaka Utama, 20051. PENGERTIAN ETIKA DAN MORAL etika berasal dari bahasa yunani etika sebagai tingkah laku manuscrito etika sebagai pengambilan keputusan moral etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan buruk etika tentang hak dan kewajiban moral moral sebagai Landasan dan patokan bertindak. Moral terkait dengan sosial budaya moral penyeimbang pikiran negatif perbuatan tidak bermoral 2 KLASIFIKASI ETIKA DAN MORAL moral sebagai kumpulan peraturan lisan atau tertulis tulisan para bijak merupakan petunjuk moral moralitas objektif memandang perbuatan sebagai apa adanya moralitas subjektif memandang perbuatan tidak sebagai apa adanya moralitas intrinsik menentukan perbuatan baik Dan buruk lepas dari hukum positif moralitas ekstrinsik menentukan perbuatan baik dan buruk berdasarkan hukum positif. EY Kanter moralitas individu dalam ruang gerak dalam wilayah moralitas publik. Etika diklasifikasikan sebagai pengambilan sikap etika sebagai adat kebiasaan moralitras intrinsik berasal dari diri manusia. Moralitas ekstrinsik bersifat perintah moralitas hetron kewajiban menaati dilar kehendak pelaku moralitas otonom kesadaran akan kewajiban dari diri sendiri 3 moralitas dan hukum moral dari relung hati yang terdalam hukum sebagai panglima tertinggi kesepakatan nasional sebagai kesepakatan moral nascional pelaksanaan hukum membutuhkan moral alvin tofler manusia mengalami indeks kesementaraan karena Saling terpengaruh keanekaragaman. Kebenaran dapat bersifat relatif Interaksi dan Intervensi budaya asing dapat mempengaruhi moral kesepakatan moral nasural sebagai moral yang kokoh. Ideologi yang saling menawarkan etika kehidupan berbangsa dan bernegara 4.etika cabang dari filsafat filsafat sebagai pandangan escondido cinta akan kebijaksanaan filsafat mencari hakekat terdalam filsafat sebagai pandangan escondido filsafat dapat dikelompokkan pada tiga cabang ontologi tentang keberadaan sesuatu epistimologi tentang asal, syarat susunan, metode, validitas Pengetahuan. Aksiologi tentang hakikat nilai, kriteria dan kedudukan suatu nilai. Aksiologi dapat dimasukkan filsafat etika dan estetika etika sebagai cabang dari filsafat. Plato filsafat pangkal dari seluruh pengetahuan apa yang dapat kita ketahui berkaitan dengan non fisik apa yang boleh kita kerjakan berkaitan dengan etika sampai dimana pengharapan kita berkaitan dengan agama apa yang dinamakan manuscrito berkaitan dengan antropologi 5 ETIKA FILSAFAT MORAL etika sebagai rasional kritis dan mendasar tentang pandangan moral . Filsafat untuk kebaikan umat manusia Aristoteles etika mengkaji kesusilaan dalam hidup operseorangan etika sebagai bagian filosofia praktika Aristoteles ethika Nichomachela tata pergaulan dan pengharapan manusia tidak egois. Tidak egois berasal dari moral H. De Vos etika umum tentang prinsip moral, pengertian dan fungsi etika, tanggung jawab, suara hati. Etika khusus sebagai etika berkaitan dengan bidang tertentu, kehidupa pribadi, antar pribadi. Etika merupakan estudo filosófico da moralidade subyek etika manusia sehingga etika sebagai filsafat manusia. 6. PROFESI pekerjaan pada umumnya profesi sebagai pekerjaan profesi sebagai keahlian khusus profesi adalah pengetahuan tinggi profesi dengan pelatihan khusus prafesi diabdikan untuk kepentingan orang lain keberhasilan profesi bukan berdasar keuntungan finansial profesi terdapat padrão kualifikasi tanggung jawab terhadap pekerjaan dan hasil pekerjaan etik profesi honorarium 7. KRITERIA PROFESIONAL terdapat ijin anggota organizasi anggaran dasar anggaran rumah tangga kecakapan ilmu yang khusus dimiliki profissional otonomi dalam pekerjaan mengucapkan janji atau sumpah dimuka publik tanggung jawab kode etik profesi profesi merupakan kebutuhan publik standard kualifikasi honorário 8. PROFESI HUKUM profesi hukum terkait dengan profesi lain etika profesi dan Etika profesi hukum saling berinteraksi profesi hukum sebagai penasihat terkait dengan etika dan moral profesi hukum berkaitan dengan tanggung jawab dan kejujuran profesi hukum bersikap apa adanya dan memiliki keberanian profesi hukum Memiliki kemandirian moral profesi hukum memiliki kesetiaan profesi hukum sebagai penegak peraturan hukum profesi hukum terkait dengan sosial budaya profesi hukum berfungsi sebagai engenharia social pembangunan sosial kemasyarakatan tidak dapat lepas dengan adat, etika, moral profesi hukum pelaksana dan pengawal Hak asasi manusia hak asasi manusia merupakan bagian Dari hukum Bung Karno profesi hukum sebagai pengawal konstitusi. Honorário 9. PROFESI LUHUR Profi luhur lahir dari masyarakat cikal bakal profesi luhur dari Inggris profesi luhur merupakan pengabdian motivasi utama bukan mencari nafkah profesi luhur penuh tanggung jawab. Profesi luhur diatur dalam hukum positif profesi luhur mengutamakan orang yang dibantu profesi luhur mengabdi pada tuntutan luhur profesi. Profi luhur harus didukung oleh moralitas tinggi profesi luhur memiliki idealisme yang tinggi. 10. ETIKA PROFESI HUKUM etika sebagai ilmu praktis kehidupan etika profesi hukum merupakan kenyataan empiris (praktek hukum). Etika profesi hukum dan prinsip moral umum Etika profesi hukum terkait dengan sejarah hukum, psikologi hukum, sosiologi hukum. Etika profesi hukum merupakan etika normatif etika profesi hukum melaksanakan etika secara objektif etika profesi hukum dan pelayanan masyarakat 11. MANFAAT ETIKA PROFESI HUKUM manfaat etika profesi hukum dan etika pada umumnya. Etika profesi hukum sebagai panutan dalam melayani masyarakat etika profesi hukum guna kepentingan masyarakat masyarakat dan otoritas kekuasaan. Merupakan pelindung dan panutan bagi profesi hukum. Masyarakat turut sebagai penilai etis atau tidak etis perilaku profesi hukum pantauan etika profesi hukum sampai pada pribadi profesi hukum merupakan pemantau bagi kinerja profesi hukum merupakan penegak bagi profesi hukum. Penyeimbang dengan etika profesi non hukum. Bermanfaat terhadap negara Bermanfaat terhadap hukum 12. ETIKA, KODE ETIK PROFESI DAN HUKUM etika serta etika profesi hukum bagian dari filsafat untuk kebaikan kehidupan manusia. Hukum mengatur keseimbangan hak dan kewajiban dalam masyarakat hukum dan etika menciptakan tata tertib kehidupan masyarakat hukum dan etika menjawab kebutuhan keadilan dan penegakan nilai kebenaran. Etika dikodifikasikan dalam bentuk kode etik kode etik profesi hukum menyatu dengan hukum kode etik profesi hukum, hukum, organizasi profesi hukum perbedaan terletak pada penjatuhan sanksi. Kode etik profesi hukum sebagai tuntutan masyarakat. Penjatuhan sanksi. 13. IKATAN HUKUM HUBUNGAN HUKUM PROFESI hubungan hukum profesi hukum dengan klien atas dasar perikatan perdata. Hubungan keperdataan profesi dan klien perikatan menjanjikan hasil (resultatsverbintenis). Perikatan hukum antara profesi luhur dengan yang dilayani adalah menjanjikan usaha (inspanningverbitenis). Menjanjikan keberhasilan sebagai pelanggaran hukum dan kode etik. Ikatan hubungan hukum profesi hukum dengan klien terkait dengan kode etik. Ikatan hubungan hukum profesi hukum dengan klien dapat mengarah pada hukum pidana. 14. KODE ETIK PROFESI HUKUM kode etik advokat kode etik notaris lainnya dari MAKALAH

No comments:

Post a Comment